Mengenal 7 Alat Musik Betawi, Lengkap Sejarah dan Fungsinya

Jenis alat musik Betawi (Foto: Parboaboa/Ziaggi)

PARBOABOA Kekayaan seni dan budaya Betawi tidak hanya tercermin dalam ragam kuliner dan tradisinya, tetapi juga apa yang terlihat dari alat musiknya.

Alat musik Betawi menunjukkan keunikan budaya yang tumbuh subur di tengah masyarakat yang multikultural.

Alat musik tradisional Betawi sering digunakan dalam berbagai acara seperti pertunjukan seni, upacara adat, dan sebagai pengiring ketika mempertunjukkan tarian-tarian tradisional dan lagu daerah Betawi.

Namun sayangnya, di era modern seperti sekarang, musik tradisional mulai terlupakan karena dianggap ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan tren.

Sebagai generasi muda, sudah sepatutnya kita berperan untuk meneruskan peradaban ini dengan memahami warisan budaya yang telah ada sejak lama.

Lantas, apa nama alat musik Betawi dan bagaimana sejarahnya? Yuk, simak ulasan selengkapnya dalam artikel berikut ini!

1. Tanjidor

(Foto: dinaskebudayaan.jakarta.go.id)

Awalnya, tanjidor mungkin muncul pada abad ke-19 di kawasan Batavia (sekarang Jakarta) sebagai hasil dari interaksi antara budaya Eropa dan lokal.

Para musisi Betawi mulai mengadopsi instrumen-instrumen musik barat seperti trompet, klarinet, dan trombon, serta menambahkan elemen-elemen tradisional Betawi.

Ansambel ini menggunakan instrumen-instrumen musik barat yang diadaptasi ke dalam konteks musik tradisional Betawi, menciptakan gaya unik yang menggabungkan unsur lokal dengan elemen musik barat.

Beberapa instrumen yang umumnya digunakan dalam alat musik Betawi tanjidor antara lain: Terompet, klarinet, trombon, tenor, bass, gendang dan drum (bedug).

Tanjidor sering dimainkan dalam berbagai acara perayaan dan hiburan, seperti pesta pernikahan dan festival. Musik yang dihasilkan oleh tanjidor memiliki karakter yang ceria dan energetik, menciptakan suasana yang meriah dan menghibur.

Meskipun menggunakan instrumen-instrumen musik barat, tanjidor tetap mempertahankan kekhasan dan keindahan musik tradisional Betawi, menjadikannya bagian yang penting dari warisan budaya Indonesia.

2. Rebana Biang

(Foto: Instagram/@rebanabiang_asli)

Rebana biang merupakan salah satu contoh alat musik Betawi yang mulai diperkenalkan sejak abad ke-12 oleh para pedagang dari Timur Tengah.

Dengan ritme khas Timur Tengah dan lirik berisi syair Islami, musik ini dengan mudah diterima oleh masyarakat pribumi.

Namun, dalam kesenian rakyat Betawi, jenis rebana yang sering ditampilkan adalah Rebana Biang. Rebana ini dinamakan Rebana Biang karena salah satu rebananya berukuran besar.

Terdiri dari tiga buah rebana, yang kecil dengan ukuran garis tengah 30 cm disebut Gendang, yang sedang dengan ukuran garis tengah 60 cm dinamai Kotek, dan yang paling besar dengan ukuran garis tengah 60 - 80 cm dinamai Biang.

Karena ukurannya yang besar, Rebana Biang sulit untuk dipegang, sehingga para pemainnya duduk sambil menyangga rebana tersebut.

3. Gambang Kromong

(Foto: Parboboa/Ziaggi)

Gambang kromong muncul pada abad ke-19 ketika budaya Tionghoa mulai memengaruhi kehidupan masyarakat di wilayah Batavia, yang kemudian menjadi Jakarta.

Pada masa itu, banyak imigran Tionghoa yang datang ke Batavia untuk bekerja atau berdagang. Mereka membawa serta tradisi musik dan seni pertunjukan dari Tiongkok.

Nama musik Gambang Kromong berasal dari dua alat musik utamanya, yaitu gambang dan kromong.

Selain kedua alat musik tersebut, ada pula alat musik lain yang digunakan, antara lain: kongahyan, tehyah, sukong, gendang, kempul, gong, gong enam, kecrek, dan ningnong.

Alat musik Betawi gambang kromong umumnya digunakan sebagai pengiring pertunjukan Lenong dan Tari Cokek.

Meski demikian, alat musik Betawi ini juga mampu tampil secara mandiri, baik dalam membawakan lagu-lagu instrumental maupun vokal.

4. Tonril Sambrah dan Orkes Sambrah

(Foto: Instagram/@sanggarpelangijkt)

Jenis alat-alat musik betawi selanjutnya adalah tonril sambrah dan orkes sambrah. Tonil Sambrah berkembang dari seni Teater Bangsawan dan Komedi Stambul, dan mulai muncul di Jakarta sekitar tahun 1918.

Pada dekade 1940-an, terutama selama masa pendudukan Jepang, tonil sambrah menghilang. Baru pada dekade 1950-an tonil ini muncul kembali, namun dengan nama Orkes Harmonium.

Tonil Sambrah merupakan kesenian yang komplit, mencakup musik, pantun, tari, lawak, dan lakon. Uniknya, orang yang memainkan alat musik ini umumnya adalah laki-laki.

Sebab menurut keyakinan mereka, keberadaan wanita dalam kelompok tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak diperbolehkan.

Setelah kemerdekaan, tonil sambrah diatur dengan lebih teratur, dihadirkan seperti persiapan pementasan teater. Pemain perempuan juga diperbolehkan untuk turut serta meramaikan pementasan.

Orkes Sambrah, atau juga dikenal sebagai orkes Harmonium, merupakan ensambel musik Betawi yang memanfaatkan beragam instrumen musik seperti harmonium, biola, gitar, string bass, tamborin, marakas, banyo, dan bas betot.

Dalam penyajiannya, orkes Sambrah sangat mengandalkan unsur alat musik harmonium. Orkes ini sering dimanfaatkan sebagai sarana hiburan dalam berbagai acara, terutama untuk memeriahkan resepsi pesta pernikahan.

5. Gambang Rancag

(Foto: Kemendikbudristek)

Jenis alat musik Betawi selanjutnya adalah Gambang Rancag. Gambang Rancag merujuk kepada penampilan seni pertunjukan yang mengisahkan cerita rakyat Betawi dalam bentuk pantun berkait.

Penampilan Gambang Rancag umumnya mempersembahkan kisah-kisah pahlawan, seperti Si Pitung, Si Jampang, Si Angkri, dan lain-lain. Yang membuatnya istimewa adalah penampilan lakon-lakon tersebut diubah menjadi pantun berkait.

Lakon pahlawan yang diadaptasi menjadi pantun berkait dipersembahkan melalui nyanyian oleh dua orang secara bergantian, menciptakan suasana balas-pantun.

Gambang Rancag terdiri dari dua elemen utama, yaitu Gambang dan Rancag. Gambang merujuk pada musik pengiringnya, sedangkan Rancag mengacu pada cerita yang disampaikannya.

Selain itu, alat musik Keroncong Tugu juga diperkaya dengan suling, biola, rebana, mandolin, cello, kempul, dan triangle (besi segitiga).

Dahulu, pertunjukan ini kerap memperdengarkan lagu-lagu dengan irama melankolis, namun kini telah diperluas dengan balutan irama pantun, irama stambul, irama Melayu, dan langgam keroncong.

6. Gambus

(Foto: Instagram/@gambus__indonesia)

Alat musik gambus memiliki akar yang dalam dan panjang dalam tradisi musik Islam di dunia Arab.

Gambus adalah jenis alat musik senar yang sering digunakan dalam musik tradisional di berbagai negara dengan populasi muslim yang signifikan, seperti di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Indonesia.

Di Indonesia, gambus dikenal sebagai salah satu alat musik yang umumnya digunakan dalam musik Melayu, khususnya di Jakarta.

Jenis alat musik Betawi ini pernah dikenal dengan sebutan irama Padang Pasir. Pada tahun 1940-an, Orkes Gambus telah menjadi hiburan yang populer.

Bagi masyarakat Betawi, kehadiran Orkes Gambus dalam pesta perkawinan atau acara khitanan dianggap sebagai bagian yang penting dan tidak lengkap tanpanya.

Orkes Gambus sudah ada di Betawi sejak awal abad ke-19, di mana banyak imigran dari Hadramaut (Yaman Selatan) dan Gujarat bermukim di sana.

7. Topeng Betawi

(Foto: Instagram/@sanggarratnasari)

Alat musik Topeng Betawi terdiri dari gendang besar, gendang kecil, rebab, kenong 3, kenong 1, ning nong, dan gong. Musik topeng Betawi biasanya mengiringi jantuk atau tarian topeng Betawi.

Dalam pertunjukannya, topeng Betawi dimainkan oleh sekitar 8 orang, termasuk satu penyanyi wanita yang bertanggung jawab pada bagian vokal sementara para pemain musik lainnya adalah laki-laki.

Dalam sorotan modernisasi, pelestarian alat musik Betawi menjadi panggilan untuk kita sebagai generasi penerus agar musik tradisional ini tidak terlupakan.

Sebab di dalam setiap bunyi melodi, tersembunyi kisah dan nilai-nilai budaya yang menjadikan alat musik tradisional Betawi sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas Jakarta dan sekitarnya.

Demikianlah beberapa alat-alat musik Betawi, lengkap dengan sejarah dan fungsinya. Sebagai generasi muda, sudah sepantasnya kita melestarikannya agar tetap terjaga untuk generasi yang akan datang

 

Editor: Juni
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS